Mengintip Rahasia Pembuatan Dodol Cina Jelang Imlek di Purwakarta

JABARNEWS | PURWAKARTA – Tahun Baru Imlek 2020 akan berlangsung pada 25 Januari 2020 dan agenda wajibnya adalah berkumpul bersama anggota keluarga dan menikmati beragam makanan khas Imlek yang selain nikmat juga punya maknanya di dalamnya.

Tak lengkap rasanya perayaan Imlek tanpa makanan yang satu ini. Kue keranjang atau lebih dikenal dengan nama dodol cina adalah salah satu kuliner khas yang menjadi sajian wajib bagi masyarakat Tionghoa. Kue keranjang disebut juga sebagai Nian Gao yang berarti kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek.

Makanan berbahan utama tepung beras ketan dan gula pasir ini memang bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari negeri Tionghoa. Namun, kue keranjang ini sudah masuk ke tanah air sejak zaman penjajahan dulu.

Setiap tahun menjelang perayaan Imlek, pembuat kue keranjang selalu kebanjiran pesanan. Namun, menjelang perayaan tahun baru Imlek 2571 Kongzili yang jatuh pada 25 Januari tahun ini, angkanya menurun.

Perajin kue keranjang asal Kabupaten Purwakarta, Hayati, mengeluhkan soal penurunan produksi pada Imlek 2020 ini.

Baca Juga:  BNN Sebut Kota Bandung Berhasil Tekan Penyalahgunaan Narkoba, Benarkah?

“Tahun sebelumnya bisa produksi hingga 1,8 ton. Tetapi, tahun ini perayaan tinggal 18 hari lagi baru produksi sekitar 0,5 ton,” kata Hayati, saat ditemui di tempat pembuatan dodol Cina miliknya.

Meski demikian, lanjut dia, kue keranjang ini tetap diproduksi. Sebab, kue berwarna merah kecoklatan ini, merupakan penganan wajib saat imlek dan perayaan gong xi fat cai.

Satu-satunya pembuat kue keranjang di Purwakarta yang sudah ada sejak 1985 itu menjual kue khas itu dengan harga Rp 35 ribu, biasanya berisi 3 buah kue dodol. Meskipun usaha musiman, sektor bisnis ini mampu menyerap lumayan banyak tenaga kerja.

Produsen rumahan kue keranjang Tan Pikong yang berlokasi di Gang Bayeman (Gang Aster) RT20 RW10 Kelurahan Nagri Kaler, Purwakarta itu mempekerjakan sejumlah warga sekitar untuk membantu menyelesaikan pesanan.

Menurutnya, ada yang bertugas mencampur bahan dan mengolahnya, menyiapkan wadah kue keranjang, memasukan adonan ke dalam wadah, menata wadah berisi adonan di satu tempat untuk selanjutnya dilakukan pengukusan.

Baca Juga:  Viral Video Pemuda Menghujat Polisi

“Kue ini bisa bertahan sampai setahun, proses memasaknya bisa sampai 15 jam, belum lagi proses pendinginan. Kuenya dapat disimpan lama, bahkan dengan dijemur dapat menjadi keras seperti batu dan awet,” jelas Hayati.

Sebelum menjadi keras, kata dia, kue tersebut dapat disajikan langsung. Akan tetapi setelah mengeras, dapat diolah terlebih dahulu dengan digoreng menggunakan tepung dan telur ayam untuk disajikan hangat-hangat.

“Ya bisa sampai setahun kedaluwarsanya kalau disimpan di tempat yang jauh dari jangkauan sinar matahari. Juga dapat pula dijadikan bubur dengan dikukus kemudian ditambahkan bumbu-bumbu kesukaan,” ungkapnya.

Untuk menghasilkan dodol Cina yang berkualitas, lanjut Hayati, caranya yaitu mencampur satu kilogram tepung ketan dengan dua kilogram gula pasir. Terus, dicampur air rebusan daun pandan. Dicampur, hingga teksturnya lembut.

“Yang paling utama, mengukusnya harus 15 jam. Jadi, dodolnya matang dengan sempurna. Warnanya, merah kecoklatan. Kue ini bisa bertahan sampai satu tahun, tanpa pengawet,” ujarnya.

Baca Juga:  Kenapa Reza Arap Cuaman Serahkan Rp950 Juta, Ini Penjelasaan Polri

Ditempat yang sama Mulyadi, suami Hayati mengungkapkan, kenapa kue ini dinamai kue keranjang atau kue ranjang karena proses pembuatannya melalui pencetakan berbentuk keranjang.

Menurut Pria yang akrab disapa Ko Pikong itu, pada zaman dulu kue keranjang ini digunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur. Upacara itu dilakukan tujuh hari menjelang tahun baru Imlek dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek.

“Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai cap go meh atau malam ke-15 setelah tahun baru Imlek,” ucapnya.

Dijelaskannya, kue keranjang ini awalnya juga dipercaya ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa tungku, dengan tujuan dewa tungku membawa laporan yang menyenangkan kepada raja surga (giok hong siang te).

“Selain itu, karena bentuknya yang bulat, kue keranjang ini bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun, dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang,” tutur Ko Pikong. (Gin)