Kakak kandung AH yang berkuliah di Garut memiliki HP sama. “Untungnya HP anak perempuan saya sama. Jadi dia mau berkorban dan memberikan HP itu untuk santri yang melapor kehilangan tadi,” ucapnya.
Keluarga AH hingga kini menaruh kekecewaan mendalam pada pengurus pesantren. Neneng menjelaskan kekecewaan itu bermula dari sikap acuh pengurus dalam menyelesaikan persoalan yang dialami putranya.
“Kami ingin diselesaikan baik-baik dengan orang tua para pelaku, tapi pesantren tidak mau. Lalu minimal ada saling memaafkan antara anak saya dengan mereka, rupanya tidak juga dilakukan,” ungkapnya.
Hingga pada akhirnya ia dan suaminya dikirimi surat oleh pihak pesantren yang berisi bahwa anaknya tak mematuhi tata tertib dan dianggap mengundurkan diri.
“Kami heran kenapa kami dikirimi surat ini, padahal sejak dianiaya anak saya tetap sekolah karena memang saya antar jemput. Kami mengakui bila anak saya tidak mondok di asrama karena khawatir akan dianiaya. Lalu kenapa para pelaku (penganiaya) dibiarkan,” tandasnya. (Red)