Sejarah Gunung Tangkuban Parahu, Hingga Legenda Sangkuriang

JABARNEWS | BANDUNG – Gunung Tangkuban Parahu adalah salah satu gunung yang terletak di Bandung Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, Gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter.

Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 90.000 tahun lalu di Kaldera Sunda. Gunung ini, menurut T. Bachtiar dan Dewi Syafriani dalam buku Bandung Purba, lebih muda dari Gunung Burangrang. Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 210.000 hingga 105.000 tahun lalu.

Menurut T. Bachtiar, Gunung Tangkuban Parahu lahirnya setelah terbentuknya Sesar Lembang. Sepanjang sejarahnya, aktivitas yang terjadi di gunung Tangkuban Parahu telah membentuk 13 kawah.

Tiga kawah diantaranya populer dijadikan destinasi wisata, yakni Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas. Sementara perincian 13 kawah lengkapnya sebagai berikut Kawah Upas terdiri dari Kawah Upas (termuda), Kawah Upas (muda), dan Kawah Upas (tua).

Baca Juga:  Akhirnya... Pangandaran Punya Polres Sendiri, Ini Cakupan Wilayah Hukumnya

Kawah Ratu juga terdiri dari Kawah Ratu (1920), Kawah Ratu (muda), dan Kawah Ratu (tua). Kemudian ada kawah baru, Kawah Pangguyangan Badak, Kawah Badak, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah Siluman, dan Kawah Domas. Gunung Tangkuban Parahu sempat meletus beberapa kali.

Orang yang sempat mencatat letusan pertamanya adalah botanis sekaligus geologis bernama Franz Wilhelm Junghuhn. Berdasarkan catatan yang dibuat Junghuhn tahun 1853, catatan pertama tentang letusan Gunung Tangkuban Parahu adalah tahun 1829. Tak ada data tentang letusan sebelumnya.

Baca Juga:  Umat Muslim Priangan Timur Kepung PN Ciamis, Kawal Sidang Vonis M. Kace

Setelah itu letusan beristirahat selama 17 tahun, letusan berikutnya terjadi pada tahun 1846. Setelah itu gunung tercatat aktif berturut-turut tahun 1867 dan 1887. Letusan besar berikutnya terjadi tahun 1896 setelah gunung mengalami masa istirahat 50 tahun.

Aktivitas atau letusan kemudian terjadi tahun 1910, 1929, 1935, 1946, 1947, 1971, 1983, 1992, 1994, 2004 dan 2019. Menurut T. Bachtiar, masa istirahat antar letusan Gunung Tangkuban Parahu berlangsung antara 30 – 70 tahun.

Pada tahun 2005, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Daerah sudah membuat peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Tangkuban Parahu. Daerah-daerah yang rawan bencana dibagi dalam tiga kategori. Masing-masing Kawasan Rawan Bencana I, II, dan III.

Baca Juga:  Cari Sang Suami, Ibu Dua Anak Asal Subang Ini Tidur Di Trotoar

Dalam radius 1 km, 5 km dari letusan gunung Tangkuban Parahu, dan yang berpotensi terkena terjangan lahar dan lontaran batu pijar. Dalam buku Bandung Purba disebutkan, lembah yang berpotensi dilanda lahar meliputi Ciasem, Cimuji, Cikole, Cibogo, Cibeureum dan Cimahi.

Berdasarkan legenda, gunung Tangkuban Parahu selalu dikaitkan dengan kisah Sangkuriang yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi atau Rarasati.

Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat sebuah telaga dan sebuah perahu dalam semalam.

Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.

Penulis: Muhammad Amaludin