“Perusahaan yang paling banyak menyampah di Bali adalah Danone Aqua dengan total sampah plastik 27.486 item atau 12 persen dari total sampah plastik yang dianalisis,” demikian tulis Sungai Watch dalam laporannya.
Menurut laporan itu, sampah plastik Danone Aqua bersumber dari sampah plastik AMDK gelas (14.147 item) dan botol (12.352 item). Danone Aqua memang menguasai pasar AMDK gelas dan botol plastik. Dari perkiraan total produksi 5,13 miliar gelas dan 2,7 miliar botol per tahunnya, Danone Aqua menyumbang masing-masing 587 juta gelas (11 persen) dan 1,3 miliar botol (49 persen).
Dari total pasar AMDK segala bentuk, Danone Aqua menguasai 51,4 persen pasar, disusul Le Minerale (18,8 persen), Vit (4,4 persen), Club (3 persen) dan Nestle (2,8 persen). Sisa sekitar 20 persen pangsa pasar merupakan porsi penjualan 1.000 lebih merek lain.
Ujang mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri KLHK di atas, produsen memiliki tanggung jawab memilih desain produk yang bisa diguna ulang dan didaur ulang, termasuk untuk tidak lagi menggunakan kemasan di bawah 1 liter. “Mereka juga memiliki tanggung jawab untuk menarik kembali produk-produk mereka pascakonsumsi,” katanya.
Dalam Peraturan Menteri KLHK, pemerintah menargetkan menurunkan timbulan sampah hingga 30 persen pada 2029. Jalan menuju target itu ditempuh dengan mengurangi timbulan sampah, memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang. Salah satu cara mengurangi timbulan sampah adalah membatasi penggunaan kemasan minuman bervolume kurang dari 1 liter serta melarang penggunaan saset, sedotan plastik, dan kantong plastik, yang berlaku pada 1 Januari 2030.