Sementara itu, Jean Couteau dalam kuratorial pameran menyampaikan bahwa Satya Cipta meneruskan gaya garis khas Lempad ini dengan mengalihkan fokusnya dari narasi ke dimensi batin. Melalui kepiawaiannya dalam mengolah garis, dia memperkenalkan aspek psikologi ke dalam seni rupa Bali.
Garis pada lukisan Satya digarisbawahi oleh kurator pameran sebagai pilihan artistik pelukis perempuan ini setelah Satya Cipta (sang pelukis yang berpameran ini) mempelajari teknik lukisan tradisi Batuan (salah satu desa di Bali) melalui Made Budi dan Ketut Budiana yang dipandang lebih modern.
Lalu, Satya Cipta mempelajari lebih dalam mengenai gaya gambar dari I Gusti Nyoman Lempad (1862-1978). Lempad adalah seniman yang ‘menemukan’ gambar di atas kertas bergrain berkualitas tinggi yang diperkenalkan oleh Walter Spies di Bali pada akhir 1920-an.
Nyaris tanpa bidang, Satya fokus pada kekuatan garis dengan garapan gelao teang seperti yang diasa dibuat oleh Nyoman Lempad. Kesederhaan sekaaligus kekuatan garis pada lukisan Satya memberikan rasa yang unik dengan narasi tentang kondisi psikologis perempuan.
Catatan Jean Couteau, kurator pameran, dalam katalog pameran ini menyatakan bahwa Satya selalu bicara tentang dirinya sendiri yaitu tentang kondisi batinnya sebagai perempuan. Seperti banyak perempuan, dia terkoyak di antara terang dan gelap, antara impian kesucian murni, dan ancaman kekerasan. Dia bukan wakil, tetapi suara batin kaumnya.