Pakar: Jaga Jarak Protokol Kesehatan yang Paling Sulit Dipatuhi

JABARNEWS | JAKARTA – Tim Pakar Satgas COVID-19 Bidang Perubahan Perilaku/Kepala Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia, Turro Wongkaren, mengatakan jaga jarak menjadi protokol kesehatan 3M yang paling sulit diterapkan.

“Sejauh ini kita bersyukur mayoritas masyarakat yang kita pantau dengan aplikasi baru PeduliLindungi sudah melakukan protokol kesehatan dengan baik, tetapi tergantung daerahnya. Dan jika melihat 3M itu yang paling susah diikuti adalah menjaga jarak,” katanya dalam bincang wicara “Cegah COVID-19 Pada Orang Dengan Komorbid” di media center Satgas COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Baca Juga:  Lepas Khafilah Seleksi TQH di Medan, Wabup Sergai Optimis Raih Juara

Penyebabnya protokol kesehatan yang satu itu tidak berkaitan dengan diri sendiri. Kalau cuci tangan pakai sabun secara personal menyadari pentingnya melakukan itu maka orang akan melaksanakannya. Begitu juga dengan pakai masker untuk kebaikan sendiri.

Selain itu, menjaga jarak memang tergantung pula pada orang lain, seperti jika pekerjaannya harus menggunakan fasilitas transportasi publik, satu sama lain harus mengerti. Oleh karena itu, ia mengatakan setiap orang harus memahami hal yang sama soal menjaga jarak dan menjauhi kerumunan.

Baca Juga:  Begini Cara Membersihkan Wajah Saat Kulit Kusam dan Berjerawat

“Tidak cuma penting tapi efektivitasnya paling tinggi,” ujarnya.

Susahnya, jika secara struktural ada orang di sekitar sehingga sulit menjaga jarak. Orang Indonesia suka menjaga perasaan sehingga jarang secara langsung meminta orang lain untuk jaga jarak.

“Di luar negeri menjaga jarak tidak masalah,” tuturnya.

Prinsip 3M, kata dokter spesialis penyakit dalam Candra Wiguna menjadi terpenting harus dijalankan. Orang-orang dengan komorbid karena lebih rentan tertular virus harus bisa lebih ketat menjalankan protokol kesehatan.

Selain itu, ia mengatakan mereka dengan komorbid juga harus bisa mengendalikan penyakitnya tersebut. Kalau dia memang menderita hipertensi harus berkonsultasi dengan dokter dan minum obat penurun tensi sampai target yang diinginkan.

Baca Juga:  Basarnas Nias Temukan Balita yang Hanyut di Sungai Nalawo, Kondisinya Meninggal Dunia

Misalnya seseorang terkena diabetes maka harus bisa mengendalikannya. Begitu juga jika memiliki komorbid penyakit lain, harus konsultasi ke dokternya. Ia mengatakan banyak orang takut ke rumah sakit karena menganggap banyak virus, padahal semua tempat ada virus.

Oleh karena itu, dibuatlah konsultasi telemedicine. Meski tidak bisa melakukan pemeriksaan, terkadang memang hanya perlu untuk menaikkan atau menurunkan dosis obat. (Red)