“Kecenderungan ini menjelaskan arah maupun tahapan dari cara Teja untuk mengenali lebih dekat tradisi seni Kamasan,” ucapnya.
Lukisan pada periode ini nunjukkan pola penggambaran obyek-obyek tunggal yang ditempatkan dalam bidang-bidang komposisional berwarna; bentuk-bentuk figur pun digambarkan dalam cara penyederahaan yang berbeda dari kebiasaan tradisi wayang serta nampak lebih bersifat karikatural. Karya-karya periode ini kebanyakan dikerjakan Teja Astawa di Yogyakarta dan sebagian lainnya di Bali.
“Lukisan-lukisan periode ini jelas tak sama dengan kecenderungan karya-karya periode terakhir namun tetap menunjukkan irisan kecenderungan dan alur perkembangan yang sama. Dalam ekspresi lukisannya, Teja Astawa menunjukkan pengalamannya berdasarkan kebiasaan masyarakat Bali, sebagaimana ia tumbuh besar dan bergulat hidup di dalamnya. Teja mengalami Bali ‘yang biasa’ namun kemudian ia tunjukkan sebagai Bali ‘Yang tak biasa’,” bebernya.
Teja Astawa menjelaskan bahwa perubahan bentuk figur wayang dan warna pada lukisan saya seiring dengan pemahaman saya terhadap lukisan Kamasan. Terutama soal warna pada lukisan saya, dimana lukisan Kamasan menggunakan warna-warna tanah (cold colour) dengan material alam.
Namun setelah saya kenal lukisan-lukisan Kamasan di tempat-tempat suci saya mulai mengembangkan warna-warna tradisional itu. Begitu juga dengan cerita-cerita wayang pada lukisan tradisi Kamasan sudah saya kembangkan atau saya buat cerita sendiri seperti cerita kehidupan keseharian manusia saat ini.