Asmudjo J. Irianto dalam pembukaan pameran tunggal Teja Astawa di Lawangwangi Creative Space menyingung soal irisan pemahaman post-tradition dalam praktik seniman saat ini, khususnya seniman Bali. Bahwa post-tradition adalah modernitas.
Modernitas yang mengunggah seni tradisi dengan kombinasi aspek personal senimannya. Pameran ini salah satu bentuk hibriditas dalam praktik seni rupa kontemporer.
Karya Teja Astawa beberapa di antaranya menyajikan aspek narasi, narasi yang menggambarkan problematika seni budaya Bali. Tapi, pameran tunggal Teja Astawa ini juga bisa disebut pameran retrospektif karya-karya Teja Astawa karena melingkupi karya tahun 90-an dan yang paling baru.
Seniman Bali lulusan STSI (sekara ISI) Denpasar ini tidak hanya dekat dengan seni budaya Bali yang tradisional dan modernnya. Ia juga dekat dengan budaya global dan metropolitan. Tak heran bila ia juga sering memamerka n karyanya di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Singapura, Jeju (Korea Selatan) dan Basel (Swiss). Dan pameran tunggal di Bandung kali ini cenderung menyajikan fragmen sejarah karya seni Teja Astawa dari akhor tahun 1990 – 2023.
Tentu saja banyak hal menarik dari bentang sejarah kekaryaannya yang paling mutakhir, seperti yang sudah dijelaskan oleh kurator pameran ini. Teja Astawa mampu menyuguhkan ciri khas praktik seni seniman Bali yang mengglobal, dimana substansi pengalaman estetik yang terinspirasi dari keseharian Teja Astawa dan masyarakat global dapat dielaborasi dengan narasi yang eposal pada karya-karyanya, terutama lukisan. (Red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News