Tak Berpihak Pada Kemerdekaan Pers, UU Pers Harus Direvisi

JABARNEWS | JAKARTA – Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers tidak bersifat lex specialis atau hukum yang bersifat khusus dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasalnya, dalam UU No.40 tahun 1999 tidak ada ketentuan yang mengatur perbuatan pidana (pasal padanan dari KUHP) berhubungan dengan pelaksanaan fungsi pers.

“Undang-Undang Pers lebih tepat disebut sebagai UU administrasi.Di dalamnya terdapat ketentuan pidana atau administratif penal law,” ucap Ahli Hukum Pers, Dr. Ibnu Mazjah,SH, MH., dikutip Monitor Papua, akhir pekan lalu.

Dosen Pascasarjana Universitas, Mathlaul Anwar Banten itu menjelaskan, ketentuan administrasi dalam UU Pers n dengan syarat bagi perusahaan pers nasional yang harus berkedudukan sebagai badan hukum. Sedangkan ketentuan pidana yang diatur di dalam UU itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan pasal-pasal di dalam KUHP yang kerap dijadikan sarana untuk menjerat insan pers dalam melaksanakan tugas.

Baca Juga:  Kehilangan Rp2,4 Miliar, YouTuber Magdalena Fridawati Lapor Polisi

Selain itu, lanjutnya, berkaitan dengan pertanggungjawaban terhadap produk pers nasional, UU Pers juga tidak memiliki pandangan yang tegas siapa yang harus dibebankan pertanggungjawaban. Sehingga, yang digunakan adalah UU KUHP atau yang kini sedang ngetrend adalan UU ITE bagi insan pers dari media online.

“Di dalam Pasal 12 terdapat frasa ‘penanggung jawab’. Semestinya, sesuai dengan doktrin pertanggungjawaban badan hukum, penanggung jawab adalah pihak yang seharusnya dibebankan pertanggungjawaban. Namun ketentuan itu menjadi ambigu dan tidak berkepastian hukum disebabkan di dalam penjelasan Pasal 12 disebutkan ‘sepanjang menyangkut ketentuan pidana mengikuti peraturan perundang-undangan’,” katanya.

Baca Juga:  Miris, Perokok Anak Di Bandung Makin Meningkat

Diungkapkannya, dengan frasa “perundang-undangan”, maka berdasarkan sistematika hukum, insan pers tetap didudukkan sebagai subjek hukum alami (recht persoon). Sehingga, bila terjadi perbuatan pidana dalam melaksanakan fungsi pers, insan pers bisa dijerat dengan UU pidana lain di luar UU Pers itu sendiri, seperti UU ITE.

“Terutama wartawan media online, bila mana dalam pelaksanaan fungsi pers melakukan suatu perbuatan yang dianggap memenuhi rumusan delik di dalam UU No. 19/2016 tentang ITE, akan sangat mudah penegak hukum menjerat dengan UU tersebut,” paparnya.

Sebelumnya saat pelatihan Jurnalistik dan Sosialisasi Perlindungan Hukum Bagi Wartawan di Batiqa Hotel Jababeka, Cikarang, Bekasi, Selasa (17/4/2018), Ibnu menuturkan, politik hukum pemerintah belum berpihak kepada kalangan insan pers.

Baca Juga:  Danwingtek Menerima Kunjungan Tim Wasrik BPK Di Subang

“Ikatan Wartawan Online (IWO) sebaiknya menginisiasi agar Pemerintah dan DPR segera melakukan revisi UU Pers yang berkepastian hukum dengan menjadikan UU Pers sebagai Lex spesialis dalam menjerat kalangan pers dari kalangan industri pers nasional,” ujar Ketua Bidang Hukum dan Advokasi PP IWO itu.

Ditambahkannya, Lex specialis dapat dirumuskan dengan menjadikan sarana pidana sebagai alat terakhir (ultimum remedium).

“Caranya dengan mengedepankan penyelesaian melalui sarana restoratif justice dan mengedepankan etika profesi. Sehingga para pekerja pers yang beritikad baik tidak berada dalam bayang-bayang ancaman pidana,” pungkasnya. (Des)

Jabarnews | Berita Jawa Barat