Risiko BPA Bukan Hoaks, BPOM Gulirkan Pelabelan Galon Isi Ulang dalam Pertarungan Level Dewa

JABARNEWS | JAKARTA – Organisasi lobi industri galon isi ulang bermerek berada dalam tekanan setelah rancangan kebijakan pelabelan risiko Bisfenoal-A (BPA) yang digulirkan otoritas tertinggi keamanan dan mutu pangan dalam negeri sejak beberapa waktu lalu, mendapat dukungan dari banyak kalangan. 

“Sepanjang rancangan kebijakan BPOM memang berlatar keinginan untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas, kami mendukungnya,” kata Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdampindo) Budi Dharmawan dalam keterangan yang diterima, Jumat 3 Desember 2021

Menurut Budi, penolakan lobi industri atas rancangan kebijakan pelabelan itu lebih karena persaingan memperebutkan pasar air minum kemasan bermerek di kalangan masyarakat menengah ke atas yang angkanya mencapai 35 miliar liter per tahun. 

Baca Juga: Warga Pertanyakan Uang Kompensasi Dampak Proyek Kereta Cepat di Lembah Teratai Bandung

“Ini sebenarnya hanya pertarungan di level dewa,” katanya, merujuk pada persaingan antara perusahaan-perusahaan galon isi ulang bermerek yang produknya menggunakan plastik Polikarbonat yang mengandung BPA dan telah 40 tahun lebih menguasai pasar versus sejumlah pemain baru yang produknya menggunakan plastik lebih berkelas dan bebas BPA. 

“Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani,” kata Budi, menyebut fokus bisnis industri depot air minum adalah penyediaan air bersih untuk kalangan menengah ke bawah. 

Baca Juga:  Tukang Bubur Cabut Laporan, Ini Perkembangan Kasus Penipuan Mantan Kapolsek Mundu Cirebon

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat menyatakan menolak rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan antara lain karena bakal mematikan industri Air Minum Dalam Kemasan. 

Baca Juga: Heboh Varian Omicron, Begini Strategi Pemkab Cianjur Buat Deteksi Dini Kemunculannya

“Galon isi ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya,” katanya, menepis risiko kesehatan dari paparan BPA pada galon isi ulang. 

Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang menyampaikan perkembangan rancangan kebijakan (policy brief) pencantuman label risiko BPA pada air minum kemasan. 

Baca Juga: Saat Demo Tuntut Kenaikan Upah Minimum, Buruh Sukabumi Tewas Usai Tabrak Truk yang Parkir

Menurut Rita, arah dari policy brief yang telah digulirkan sejak awal 2021 itu adalah pencantuman label risiko BPA pada semua produk air minum dalam kemasan. 

Baca Juga:  Dibalik Kapal Terdampar di Pantai Santolo Garut, Ada Nelayan yang Hilang

“Redaksinya nanti bisa berupa kalimat ‘mungkin/dapat mengandung BPA’ untuk galon yang menggunakan plastik polikarbonat,” katanya, merujuk pada inisiatif pelabelan “BPA Free” (Bebas BPA) yang telah diadopsi pemerintah di sejumlah negara, termasuk di Amerika Serikat dan Perancis. 

BPA adalah bahan baku utama yang menjadikan Polikarbonat — jenis plastik kemasan yang jamak dijumpai pada produk galon isi ulang — mudah dibentuk, tahan panas dan awet. Sebagai senyawa kimia, BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan memicu risiko kesehatan yang serius. 

Baca Juga: Bulan Depan Akan Diresmikan, Terminal Leuwipanjang Bandung Miliki Fasilitas Seperti Bandara

Lantaran itu lah, sejak 2019, BPOM menetapkan batas migrasi maksimal BPA sebesar 0,6 bagian per juta (mg/kg) pada semua air minum kemasan. Sekaitan itu pula, BPOM secara rutin mengecek kepatuhan industri AMDK atas batas migrasi BPA itu. 

Di Senayan, anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina memberi aplus. “Saya minta BPOM membuat aturan setiap wadah plastik untuk tidak ada kandungan BPA dengan ditandai ada label ‘BPA free’,” katanya, dalam sesi dengar pendapat dengan Kepala BPOM Penny K Lukito. 

Baca Juga:  Polisi Tangkap Empat Remaja Pelaku Tawuran Pelajar di Cikampek Karawang

Respon positif juga datang dari Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. “Semakin tinggi standar keamanan dan mutu pangan yang ditetapkan BPOM, tentunya semakin baik bagi perlindungan konsumen,” katanya. 

Baca Juga: Dua Pekan Banjir Rendam Ribuan Rumah di Asahan, Ketinggian Air Mencapai 1,5 Meter

Sementara itu, sumber di kalangan industri menggambarkan dua kali pertemuan tertutup BPOM dan perwakilan industri AMDK belum lama ini, terkait sosialisasi rencana pelabelan risiko BPA, berlangsung panas. 

Lebih jauh, dia menjelaskan pihak Aspadin menyampaikan dalam pertemuan bahwa banyak industri kecil bakal gulung tikar karena rencana pelabelan itu. 

Namun, katanya, BPOM kontan keberatan dengan pernyataan itu lantaran tujuan dari rencana pelabelan itu adalah penyelarasan standar pelabelan kemasan pangan dan juga untuk memberi informasi yang presisi pada konsumen. 

Baca Juga: Doddy Sudrajat: Vanessa Ingin Dimakamkan Satu Makam dengan Mamanya

Bagi peneliti Balai Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional, Chandra Liza, rencana pelabelan risiko BPA pada kemasan pangan bakal “membawa dampak positif” dalam perlindungan kesehatan masyarakat.

Dia berharap BPOM segera mensosialisasikan rancangan kebijakan pelabelan itu secara luas.***