Diketahui, peternak mandiri dan peternak rakyat di Indonesia berada pada titik terendah kehidupan dan operasional usahanya. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kerugian dan kebangkrutan menjadi bagian keseharian yang tidak dilepaskan dari kehidupan peternak mandiri dan peternak rakyat.
Dimana, perusahaan konglomerasi peternakan menguasai industri peternakan unggas tanpa memberikan peluang bagi peternak kecil untuk mengembangkan usahanya.
Asosiasi Perunggasan menilai, Kementan, Kemendag dan Badan Pangan Nasional, tidak memiliki data yang valid mengenai kebutuhan dan konsumsi ayam broiler di Indonesia, yang mengakibatkan supply and demand tidak dapat diproyeksikan secara tepat, sehingga, di pasaran ketersediaan ayam selalu berlebihan (oversupply).
Kedua, pasokan yang berlebihan (oversupply) berasal dari perusahaan integrator yang memiliki modal besar dan lini usaha dari hulu ke hilir, sama-sama memproduksi jenis ayam yang sama dengan peternak mandiri dan peternak rakyat. Akibatnya ketersediaan ayam selalu melimpah, sementara permintaan dari konsumen tetap sama, berdampak harga jual ayam di pasaran jauh dari Harga Pokok Produksi (HPP).
Ketiga, Pemerintah melalui kementrian/lembaga tidak pernah merilis data yang valid, dan dapat dijadikan acuan secara tepat mengenai produksi dan kebutuhan ayam secara benar.