Sejarah Baru Persahabatan Purwakarta-Bogor

Tim Ekspedisi Purwacarita bersama Raden Muhammad Padmanegara ( tengah ) Generasi ke 7 dari Dalem Sholawat */ Tim Ekspedisi Purwacarita/

JABARNEWS | BANDUNG- Pepatah filosopis Sunda yang berbunyi moal aya kiwari lamun teu aya bihari, yang artinya tidak akan ada masa kini kalau tidak ada masa lalu berkolerasi dengan sejarah suatu bangsa atau wilayah.

Pepatah tersebut secara inklusif mendeskripsikan bahwa entitas sebuah bangsa dengan segala tatanan yang dimiliki hari ini, tidak lepas dari segala upaya yang telah dirintis oleh para pendahulu atau the founding fathers.

Baca Juga:  Pejabat di Pemkab Purwakarta Mendadak Batal Dimutasi, Pemuda Pancasila Curiga

Terlebih lagi dengan adanya keberadaan nama yang hari ini melekat dengan segala atribut dan identitas suatu wilayah beserta masyarakat nya.

Baca Juga:  Tukang Ojek di Bogor Raup Cuan Jadi Pemandu Jalan Alternatif Dadakan

Nama adalah sebuah doa yang dimunajatkan oleh sang inisiatornya kepada sang maha pemilik kehidupan, agar pihak yang menyandang nama tersebut sepanjang eksistensinya dirahmati dengan segala kebaikan dari sang maha kuasa. Seperti halnya para orang tua menamai anak- anak nya dengan didasari harapan agar sang anak senantiasa dirahmati di sepanjang hidupnya.

Baca Juga:  MUI Tegas Sebut Panji Gumilang Hina Agama, Minta Polisi segera Bertindak

Begitu pun nama Purwakarta, terlahir dari seorang pemimpin sekaligus pemuka agama, yang disetiap waktunya terpanjat doa yang khusyuk agar kota yang didirikannya ini senantiasa dirahmati oleh yang maha kuasa, dijauhkan dari segala marabahaya.